Aku pernah bertutur tentang senja yang katanya cinta
Tentang warna jingga yang mengalah pada malam
Sedang kau yang mendengar hanya diam dan membungkam
Cerita senja tak pernah mampu usik lamunanmu jua
Bukankah para pujangga mengelu-elukan senja?
Lantas kenapa kita tak seperti mereka kebanyakan?
Aku menerka-nerka sampai batas titian
Kau malah berujar tentang serigala yang memakan senja
Serigala itu adalah aku, bisikmu
Kau tak percaya senja, tapi aku
Serigala yang menyimpan sesuatu dalam telaga pupil mata
Serigala yang menyimpan sesuatu dalam gaung rongga dada
Aku terjerat dalam segala pujimu atasku
Sepertinya perlahan akan menjadi candu
Membanjiri benih-benih bulan yang merindu malam
Sampai cahayanya membentang di langit yang semula kelam
Kau benar, tak selamanya tutur pujangga berperan atas kita
Jadi tak apa mengabaikan senja yang katanya cinta
Biarlah senja kini jadi abu
Karena yang ada hanya kau dan aku—serigalamu
Tentang warna jingga yang mengalah pada malam
Sedang kau yang mendengar hanya diam dan membungkam
Cerita senja tak pernah mampu usik lamunanmu jua
Bukankah para pujangga mengelu-elukan senja?
Lantas kenapa kita tak seperti mereka kebanyakan?
Aku menerka-nerka sampai batas titian
Kau malah berujar tentang serigala yang memakan senja
Serigala itu adalah aku, bisikmu
Kau tak percaya senja, tapi aku
Serigala yang menyimpan sesuatu dalam telaga pupil mata
Serigala yang menyimpan sesuatu dalam gaung rongga dada
Aku terjerat dalam segala pujimu atasku
Sepertinya perlahan akan menjadi candu
Membanjiri benih-benih bulan yang merindu malam
Sampai cahayanya membentang di langit yang semula kelam
Kau benar, tak selamanya tutur pujangga berperan atas kita
Jadi tak apa mengabaikan senja yang katanya cinta
Biarlah senja kini jadi abu
Karena yang ada hanya kau dan aku—serigalamu
_________________________
Puisi balasan untuk @siputriwidi dalam #DuetPuisi
0 Komentar
Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!