Hampir
saja kuurungkan niatku untuk jogging. Pagi ini, cuaca dingin
sekali. Tubuhku sedikit menggigil. Dan, rasanya aku sudah menguap terlalu
banyak. Singkatnya, sekarang aku sedang memaksakan diri untuk jogging di tengah
serangan kantuk yang parah.
Belum
sampai satu kilo aku
mengayunkan kaki berlari ringan,
sekarang perutku diserang rasa lapar. Sepertinya sedang ada sekelompok cacing
yang berunjuk rasa menuntut haknya, di wilayah perutku. Menu sahur yang masuk ke perutku tadi sepertinya kurang porsi.
Jam-jam seperti ini memang rawan bagi orang yang berpuasa.
Aku
memutuskan untuk berhenti sejenak. Tangan kananku kugunakan untuk menutup mulut
ketika aku dipaksa menguap lagi. Sementara itu, tangan kiriku melakukan tugas
lain—mengelus perut.
"Lagi
puasa, Mas?" Bu Salamah, penjual gado-gado langgananku, rupanya tidak cuti
jualan meskipun sedang bulan puasa. Mungkin karena letak warungnya memang
berada di komplek yang mayoritas penghuninya nonmuslim, pikirku.
"Iya,
nih." Tangan kiriku masih pada posisi mengelus perut.
"Masa,
masih pagi sudah tidak tahan, Mas?" goda Bu Salamah.
"Entahlah...
Saya kok jadi pengin makan gado-gado, ya."
Aku
pun memutuskan mampir ke warung Bu Salamah.
Saat
hendak duduk di bangku, aku melihat ada seorang anak kecil sedang sibuk mencuci piring di dalam
warung Bu Salamah.
"Eh, itu siapa, Bu?"
"Oh,
itu... Namanya Rano. Sudah dua hari ini dia bantu-bantu saya di warung,"
jawab Bu Salamah, yang tangannya
masih sibuk
mengulek bumbu gado-gado. "Kasihan dia, kemarin sore mampir ke sini, katanya
sudah tiga hari tidak makan." Bu Salamah berkata setengah berbisik.
Aku
mematung sejenak.
Kuraih
uang sepuluh ribu dari kantong celana training-ku,
lalu kusodorkan pada Bu Salamah.
"Ini,
Bu... Bungkus buat anak itu saja. Lapar saya sudah hilang."
Aku tiba-tiba tergerak untuk melanjutkan aktivitas jogging.
0 Komentar
Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!