Memahami Kembali Cara Kerja Tubuh

Semua manusia punya kesamaan 99,9 persen DNA, tetapi tidak ada dua manusia yang persis sama. Itu hanya salah satu fakta yang ditulis Bill Bryson dalam The Body: A Guide for Occupants. Meskipun agak terkesan seperti buku biologi atau kedokteran, apa yang dibahas dalam buku ini tentu lebih kompleks—ia mengajak kita mengingat kembali serta tahu lebih dalam tentang cara kerja tubuh yang sering kali kita abai.

Tubuh seringnya disamakan dengan mesin, meski sebenarnya jauh melebihi mesin. Tubuh bekerja 24 jam per hari selama puluhan tahun tanpa perlu diservis rutin atau diganti suku cadangnya, dijalankan dengan air dan beberapa senyawa organik, bisa memperbanyak diri dengan senang hati, bisa bercanda, dan bisa merasa. Lantas, berapa banyak mesin yang bisa melakukan semua itu? Tak perlu diperdebatkan lagi, tubuh kita memang ajaib.

Masalahnya, bagaimana cara kita merayakan keajaiban itu? Sebagian besar dari kita merayakannya dengan makan sebanyak-banyaknya dan menggerakkan tubuh sedikit-dikitnya. Namun ini ajaibnya, tubuh tetap menjaga kita. Sebab, bunuh diri melalui gaya hidup memang butuh waktu lama.

Pada salah satu bab, Bryson mengatakan bahwa pada dasarnya kita dirancang untuk tak mati. Itulah kenapa upaya bunuh diri seseorang kadang kala tak berhasil. Mengiris pergelangan tangan itu sulit karena semua bagian dalam tangan dibungkus pelindung bernama lembaran fasial, yang mempersulit mengiris sampai arteri. Bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari tempat tinggi pun susah. Kaki menjadi zona patah, badan bisa jadi berantakan, tapi kita kemungkinan besar tidak mati.

Dalam buku ini banyak sekali trivia, sejarah tentang penemuan, fakta, anekdot, bahkan hoaks seputar kesehatan yang sering kita dengar. Pada bab yang membahas soal kulit, misalnya, Bryson mengungkapkan bahwa secuil kulit setebal kira-kira satu milimeter—yang saking tipisnya sampai terlihat transparan—ternyata berperan menentukan warna kulit kita. Jadi lucu sebetulnya kalau kita bersikap rasis, padahal warna tubuh kita hanya dibentuk oleh selapis epidermis.

Lain lagi dalam bab tentang otak. Bryson mengatakan saat kita duduk diam, dalam tiga puluh detik otak kita mengolah lebih banyak informasi daripada Teleskop Antariksa Hubble dalam 30 tahun. Sepotong korteks otak sebesar satu milimeter kubik—kira-kira sebesar butir pasir—dapat memuat dua ribu terabyte informasi, cukup untuk menyimpan semua film yang pernah dibuat, termasuk trailernya.

Ada juga anekdot tentang golongan darah. Sebelum kelompok keempat—darah AB—ditemukan, dulu Karl Landsteiner membagi golongan darah dalam tiga kelompok yang diberi label A, B, dan 0. Walau semua orang membaca dan mengucap kelompok terakhir itu sebagai huruf O, Landsteiner sebetulnya bermaksud menyebut angka nol karena darah kelompok itu tak menggumpal ketika dicampur dengan sampel darah lain.

Salah satu hoaks terbesar, kali ini soal indra pengecap, ada pada buku pelajaran kita zaman SD yang menyebut tentang peta lidah, dengan zona untuk tiap citarasa dasar: manis di ujung, asam di samping, pahit di belakang. Faktanya, itu mitos, yang berawal dari satu buku yang ditulis pada 1942 oleh Edwin G. Boring, seorang ahli psikologi Harvard yang salah tafsir makalah tulisan peneliti Jerman 40 tahun sebelumnya.

Mari kita bahas soal tulang. Kita tahu, tak ada pembuluh darah di tulang rawan yang artinya tulang rawan tak diberi makan oleh darah. Maka hal terbaik yang bisa dilakukan untuk memeliharanya adalah dengan banyak bergerak, agar tulang rawan dibasahi cairan sinoval. Sedangkan yang terburuk adalah menambah berat badan berlebihan. Bryson mengandaikan ketika kita berjalan seharian membawa sepasang bola bowling, pasti kita akan merasakan pegal pada panggul dan lutut. Itulah yang kita lakukan setiap hari jika kita kelebihan berat badan sepuluh kilogram atau lebih.

Tak hanya membeberkan fakta mengenai cara kerja tubuh, dengan rendah hati Bill Bryson juga mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga tubuh. Agar berfungsi dengan baik, tubuh kita harus sering diajak bergerak. Selain memperkuat tulang, katanya gerak badan menguatkan sistem kekebalan, memelihara hormon, mengurangi risiko diabetes dan beberapa jenis kanker, memperbaiki suasana hati, bahkan mencegah pikun. Intinya, tidak ada organ atau sistem tubuh yang tidak mendapat manfaat dari gerak badan.

Walaupun begitu, tak bisa dimungkiri bahwa datangnya penyakit sering kali tak bisa kita hindari. Mungkin kita pernah merasa betapa hidup ini sangat tak adil terhadap orang-orang yang terpaksa harus mewarisi penyakit genetis dari orang tuanya. Meski sebagian besar penyakit genetis cukup langka, tetap saja itu di luar kendali kita sebagai manusia.

Di samping penyakit genetis, sebetulnya ada tipe penyakit lain yang berisiko lebih besar bagi kebanyakan kita, adalah apa yang disebut Profesor Daniel Lieberman dari Harvard sebagai penyakit ketidakcocokan—yaitu penyakit yang disebabkan gaya hidup modern yang malas dan berlebihan.

Tak cukup ruang takarir untuk menuliskan poin-poin penting dan menarik lainnya dari buku yang dalam versi terjemahannya diberi judul Tubuh: Pedoman Bagi Penghuni. Buku ini tak sekadar menjelaskan tubuh seperti apa yang sebenarnya kita huni, tetapi juga bagaimana kita seharusnya bersyukur telah diberi kepercayaan untuk menjaganya—atau justru sebaliknya, tubuh yang menjaga kita.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Salut banget aku, kamu masih konsisten nulis blog di tengah kesibukan kerjamu :)

    BalasHapus

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!